Pangkalpinang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kepulauan Bangka Belitung kembali menyelenggarakan kajian rutin yang bertema "Fiqih Safar", (Kamis/10/10/22). Kajian ini dilaksanakan setiap hari Kamis setelah sholat Zuhur setiap minggunya dan pada hari ini kajian diisi oleh Ustadz Firdaus, Lc., M.Pd. sebagai penceramah. Kajian dilaksanakan di masjid Al-Ikhwan Kanwil Kumham Babel dan diikuti oleh para pegawai yang beragama Islam.
Shalat Saat Safar atau Shalat musafir adalah shalat yang dilakukan oleh seseorang ketika sedang melakukan safar. Pengertian safar adalah suatu kondisi yang biasa dianggap orang itu safar, tidak bisa dibatasi oleh jarak tertentu atau waktu tertentu. Orang yang melakukan perjalanan disebut musafir.
Ustad Firdaus menjelaskan seseorang yang dalam keadaan safar (musafir) diberi beberapa keringanan untuk melaksanakan sholat. Syarat- syarat yang mendapat keringanan adalah pertama "niat safar" yaitu seseorang memang menyengaja untuk melakukan perjalanan, sebagaimana lazimnya orang yang mau melakukan perjalanan jauh; kedua jarak minimal dibolehkannya safar yaitu 4 burd atau 16 farsakh, angka itu kalau kita konversikan di masa sekarang ini setara dengan jarak 88, 656 km dan ada juga yang menghitung menjadi 88,705 km; yang ketiga "keluar dari rumah" yaitu tidak dinamakan safar kecuali seseorang telah keluar dari rumahnya dan berangkat meninggalkan wilayah tempat tinggalnya; yang keempat "bukan safar maksiat" Syarat ini dikemukakan oleh Jumhur ulama kecuali Al-Hanafiyah yang mengatakan apapun tujuan safar, semua membolehkan qashar asal bukan untuk tujuan maksiat; yang kelima "punya tujuan pasti" yaitu Safar itu harus punya tujuan pasti, bukan sekedar berjalan tak tentu arah dan tujuan.
(Humas Babel)