Pangkalpinang - Kanwil Kemenkumham Babel diwakili oleh Kasubbid Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Poppy Rinafany beserta JFU Bidang HAM turut mendukung kegiatan OPINI Kebijakan yang diselenggarakan oleh Kanwil Kemenkumham Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan menjadi partisipan secara virtual pada Rabu, (30/3).
Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham NTT, I Gusti Putu Milawati mengawali laporan kegiatan dengan menyampaikan tujuan kegiatan yaitu:
1. Menyebarluaskan hasil analisis strategi kebijakan Balitbang Hukum dan HAM kepada seluruh Pemangku Kepentingan yang terkait dan Masyarakat
2. Mengetahui bagaimana peran Badan Pengelola Perbatasan Prov.NTT dalam membangun sinergitas antar instansi dalm rangka rangka pembanguan di wilayah perbatasan
3. Bagaimana pandangan hukum tata negara dalam rangka pembanguan di wilayah perbatasan
4. Mendapatkan masukan kendala yang dihadapi dalam pembangunan di wilayah perbatasan
Penyampaian sambutan sekaligus membuka kegiatan oleh Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum, Jamruli Manihuruk dilanjutkdan dengan pemaparan materi.
Materi pertama terkait membangun Indonesia dari Pinggiran Melalui Penguatan SDM Keimigrasian di Wilayah Perbatasan, Studi Kasus: Kantor Imigrasi Atambua oleh Citra Krisnawati (Analis Kebijakan Muda Balitbang Hukum dan HAM) menyampaikan bahwa judul analisa strategi kebijakan ini merupakan salah satu dari 9 analisa kebijakan yang dihasilkan dari tindak lanjut usulan topik pengelolaan wilayah perbatasan oleh Ditjen Imigrasi ke Balitbang Hukum dan HAM.
"Pengelolaan wilayah perbatasan merupakan Renstra Kemenkumham, yaitu menciptakan wilayah perbatasan yang aman dari perlintasan WNA/WNI yang tidak mempunyai dokumen sesuai proses," jelas Citra.
Yang menjadi analisis permasalahan yaitu kesejahteraan pegawai yang timpang, jumlah jam kerja yang melebihi ketentuan dari peraturan yang berlaku, pemenuhan hak atas cuti tahunan tambahan yang belum maksimal dan kepastian masa tugas dan prospek karir yang timpang, terutama bagi pejabat fungsional. "Rekomendasi yang kami usulkan yaitu menyusun peraturan dan/atau keputusan lebih lanjut terkait pengumandahan (detasering) bagi pegawai Direktorat Jenderal Imigrasi yang ditugaskan pada pos lintas batas," lanjut Citra.
Materi kedua Membangun Indonesia dari Pinggiran, District Oecusi dan Perjalanan Para Pejabat Timor Leste di Wilayah NTT oleh DR. Dhey Wego Tadeus, SH.,Mhum (Dosen Fakultas Hukum Universitas Cendana Kupang) menyampaikan bahwa Kedudukan District Oecusi yang berada dalam negara kesatuan RI merupakan suatu kenyataan “ketatanegaraan riil” yang tidak termuat/diatur di dalam ketentuan “hukum tata negara” Indonesia.
Keberadaan negara lain (Enclave Oecusi Timor Leste) yang berada di dalam negara Indonesia merupakan kenyataan yang riil tak terbantahkan, menyimpan potensi konflik, berbahaya bagi pertahanan dan keamanan nasional. "Sementara itu, ketentuan peraturan perundang-undangan nasional yang mengatur tentang persoalan tersebut belum ada, maka salah satu aspek yang perlu diteliti adalah bagaimana sikap Indonesia membangun hubungan bertetangga baik dengan negara tetangga sebagai “saudara terdekat” dalam tatanan hubungan internasional yang civilized," jelas Tadeus.
Materi ketiga terkait Kebijakan dan Arah Pengelolaan Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Nusa Tenggara Timur oleh Petrus Seran Tahuk (Kepala Badan Pengelola Perbatasan Provinsi NTT) menyampaikan terkait batas negara Indonesia di NTT dengan Timor Leste, sejahterakan Indonesia mulai dari NTT, Focus Area (Fokus Area Kawasan Perbatasan Negara Sebagai Lokpri), Posisi Strategis NTT Sebagai Provinsi Kepulauan, Posisi Strategis NTT Sebagai Provinsi Kepulauan, Yang menjadi permasalahan batas negara yaitu batas darat dan batas laut, isu strategis dan urgensi keimigrasian.
Penutup materi terkait Penguatan SDM Keimigrasian dalam Pengawasan dan Pengamanan Lalulintas di perbatasan negara oleh Plh. Kakanwil Kemenkumham NTT, Cristian Penna menyampaikan Karakteristik Keimigrasian di Nusa Tenggara Timur, Pemetaan Keimigrasian Perbatasan, Pos Lintas Batas Negara, Pos Lintas Batas Wilayah Kerja Kantor Imigrasi Atambua.
"Menghadapi persoalan yang muncul yaitu Sarana dan Prasarana, BMN, dan Operasional, Postur dan Besaran Anggaran, SDM/ Kepegawaian serta Kerja sama dan Kelembagaan (agreement, kelas Kantor), tentu perlu dukungan Kebijakan Pusat : internal dan antar K/L," jelas Cristian.
Kegiatan dilanjutkan dengan diskusi daring para peserta dan closing statement oleh Kakanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone.