Bangka Barat - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan Bangka Belitung melakukan pemantauan Potensi Indikasi Geografis Teh Tayu Jebus Kabupaten Bangka Barat, Selasa (16/01/2024).
Kegiatan ini dilakukan oleh Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Fajar Sulaeman Taman bersama Subbidang Kekayaan Intelektual dengan mengunjungi salah satu produsen Teh Tayu yaitu Sugia.
Tahun 2024 merupakan tahun tematik Indikasi Geografis yang dicanangkan oleh Menteri Hukum dan HAM. Indikasi Geografis merupakan suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang atau produk yang karena faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut yang memberikan reputasi, kualitas dan karakteristik tertentu pada barang atau produk yang dihasilkan.
Kantor Wilayah Kemenkumham Bangka Belitung yang merupakan perpanjangan tangan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) berperan untuk mendukung dan menjalankan program-program yang telah dibuat oleh DJKI, salah satunya yaitu mendorong pendaftaran Indikasi Geografis.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mempunyai beragam hasil alam, industri dan kerajinan yang berpotensi untuk didaftarkan sebagai Indikasi Geografis, salah satunya yaitu Teh Tayu dari Kecamatan Jebus Kabupaten Bangka Barat.
Berdasarkan sejarahnya, Teh Tayu atau dikenal Thai Jiu Cha merupakan teh warisan nenek moyang orang Tionghoa yang dibawa ke Bangka Barat untuk ditanam dan dibudidayakan serta diolah secara tradisional yang menjadi andalan produk lokal sejak 200an tahun lalu. tepatnya di Dusun Tayu Kecamatan Jebus-Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat.
Tradisi sajian teh untuk memuja para Dewa dan Leluhur hingga minum teh atau Yamca masih terus berkelanjutan hingga sekarang, khususnya di Dusun Thai Ju dan masyarakat sekitarnya.
Jika kita bandingkan dengan tanaman teh yang ada di dataran tinggi, Teh Tayu sedikit berbeda. Perbedaan itu dapat kita lihat dari bentuk fisik serta letak geografisnya, karena Teh Tayu tumbuh di dataran rendah yang beriklim tropis. Ini yang membuat kandungan dari Teh Tayu berbeda dengan teh biasanya.
Sugia selaku ketua Petani Teh Tayu menyampaikan bahwa mayoritas Petani Teh Tayu merupakan masyarakat Tionghoa. Jumlah Petani Teh saat ini ada sekitar 20 orang dengan masing-masing lahan kurang lebih 1 Hektar.
Akibat lemahnya pengetahuan masyarakat akan Kekayaan Intelektual, banyak diantara mereka yang lebih memilih menjual teh tersebut secara kiloan tanpa menggunakan brand atau merek.
Namun Sugia yang lebih menyadari Kekayaan Intelektual, dan telah memiliki brand sendiri dengan nama "SUGIA". Teh Tayu yang dijual oleh Sugia merupakan Teh yang berkualitas baik dan premium. Teh tersebut sudah diekspor ke Luar Negeri walaupun masih skala kecil.
Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Fajar memandang potensi Teh Tayu ini dapat lebih dikembangkan. Dengan mendaftarkannya sebagai Indikasi Geografis dari Kabupaten Bangka Barat.
Keuntungan dari terdaftarnya produk sebagai Indikasi Geografis adalah dapat meningkatkan nilai jual dari produk, mengangkat nama daerah penghasil Teh Tayu dan meningkatkan perekonomian masyarakat.
Seperti Indikasi Geografis Lada Putih Muntok (Muntok White Pepper) yang dikenal oleh dunia sebagai Lada Putih terbaik. Walaupun harga Lada Putih di Bangka Belitung sekarang tergolong rendah, namun jika kita lihat Lada Putih Muntok yang telah mempunyai label IG dijual di Market Place dengan harga yang jauh lebih tinggi.
"Ini yang kita harapkan pada Teh Tayu kedepan jika sudah terdaftar sebagai Indikasi Geografis," pungkas Fajar.
Kanwil Kemenkumham Bangka Belitung juga siap untuk mendampingi para Petani Teh Tayu dan tetap berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka Barat demi meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan Masyarakat Jebus dan sekitarnya.
Turut hadir dalam kesempatan ini, Kepala Bidang Pelayanan Hukum, Kepala Subbidang Kekayaan Intelektual, Kepala Desa Ketap dan Produsen serta para Petani Teh Tayu.
Humas Kanwil Kemenkumham Babel