Jakarta - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif pada 12 Juli 2022 lalu. PP ini memberi harapan kepada pelaku ekonomi kreatif untuk mendapatkan kemudahan pembiayaan atau kredit dari lembaga keuangan.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (Plt. Dirjen KI) Razilu mengatakan bahwa PP ini merupakan sebuah terobosan bagi kemajuan ekonomi kreatif termasuk di dalam usaha mikro kecil (UMK) yang memiliki kekayaan intelektual (KI). Sebab, pada beleid ini KI dapat menjadi agunan atau jaminan pinjaman dari lembaga keuangan bank maupun nonbank.
“Hal ini sebagai dukungan pemerintah kepada pelaku ekonomi kreatif dan UMK untuk dapat berkembang sebagai tumpuan pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Razilu.
Adapun skema untuk mendapatkan pembiayaan berbasis KI, pelaku ekonomi kreatif haruslah memenuhi beberapa ketentuan seperti yang telah tertuang pada pasal 7. Pada ayat 1 disebut bahwa Pembiayaan berbasis Kekayaan Intelektual diajukan oleh Pelaku Ekonomi Kreatif kepada lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan nonbank.
Dalam mengajukan kredit berbasis KI, terdapat 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi, yaitu memiliki proposal pembiayaan usaha ekonomi kreatif, memiliki perikatan terkait kekayaan intelektual produk ekonomi kreatif, dan memiliki surat pencatatan atau sertifikat kekayaan intelektual.
Selanjutnya, pihak lembaga keuangan bank dan nonbank akan melakukan beberapa tahapan verifikasi terhadap usaha dan surat ataupun sertifikat KI milik pelaku ekonomi kreatif, serta akan memberi penilaian terhadap KI-nya yang akan dijadikan agunan.
Hal ini seperti yang tertuang dalam pasal 8 yaitu:
a. verifikasi terhadap usaha Ekonomi Kreatif;
b. verifikasi surat pencatatan atau sertifikat Kekayaan Intelektual yang dijadikan agunan yang dapat dieksekusi jika terjadi sengketa atau non sengketa;
c. penilaian Kekayaan Intelektual yang dijadikan agunan;
d. pencairan dana kepada Pelaku Ekonomi Kreatif; dan
e. penerimaan pengembalian Pembiayaan dari Pelaku Ekonomi Kreatif sesuai perjanjian.
Dalam pelaksanaannya pihak lembaga keuangan akan memberikan pinjaman menggunakan KI sebagai objek jaminan utang dalam bentuk jaminan fidusia atas KI; kontrak dalam kegiatan ekonomi kreatif; dan hak tagih dalam kegiatan ekonomi kreatif.
Kemudian akan ada tim penilai dari lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan nonbank yang akan menilai KI yang dijaminkan oleh pelaku ekonomi kreatif. “Nantinya, pemberi pinjaman akan menentukan ‘nilai’ kekayaan intelektual. Semakin tinggi ‘nilai’ dan potensi ekonomi dari karya cipta, merek atau paten yang dimiliki tersebut, maka nilai pinjaman yang diberikan pun akan semakin besar,” ujar Razilu.
KI yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang harus memenuhi dua syarat. Pertama, KI tersebut telah tercatat atau terdaftar di DJKI Kementerian Hukum dan HAM. Kedua, produk KI tersebut yang sudah dikelola dengan baik secara sendiri atau telah dialihkan haknya kepada pihak lain.
“Kekayaan intelektual yang sudah dikelola maksudnya adalah kekayaan intelektual yang sudah dilakukan komersialisasi oleh pemiliknya sendiri atau pihak lain berdasarkan perjanjian. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 10 huruf b,” pungkas Razilu.
Dengan adanya perancangan dan pengembangan skema pembiayaan berbasis KI serta sistem pemasaran produk ekonomi kreatif berbasis KI diharapkan dapat menstimulus pengembangan ekosistem ekonomi kreatif di Indonesia.
Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia