SUNGAILIAT, (10 Maret 2021) - Kejahatan Narkoba merupakan kejahatan serius yang bersifat lintas negara (transnational crime) dan merupakan kejahatan yang terorganisir karena peredarannya yang sangat masif. Dampak dari kejahatan narkoba dapat mengancam setiap negara dan bangsa, yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi tatanan kehidupan. Demikian disampaikan oleh Dulyono, SH, MH, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kep. Bangka Belitung, dalam acara Forum Group Disscusion yang diselenggarakan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Bangka di hotel Novilla Sungailiat tanggal 10 Maret 2021.
Lebih lanjut, Dulyono menyampaikan bahwa Pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan perundang-undangan sebagai upaya untuk mencegah, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN). Undang-Undang dimaksud diantaranya yaitu: UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Peraturan Presiden No. 47 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No 23 tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional, Permendagri No. 21 tahun 2013. Peraturan Bersama tahun 2014 MA, Kumham, Menkes, Jaksa Agung, Kapolri dan BNN tentang penanganan pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi, dan SE No 50 tahun 2017 tentang pelaksanaan pencegahan pemberantasan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika di lingkungan instansi pemerintah.
Meningkatnya permasalahan narkoba di Indonesia disebabkan lemahnya penegakan hukum, selain itu kurangnya mobilisasi gerakan penanganan narkoba, kurangnya sosialisasi bahaya narkoba, kurang pedulinya masyarakat dalam pengawasan lingkungan serta kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak. Di sisi lain, keterbatasan anggaran dan SDM juga menjadi bagian yang tidak dapat dipungkiri bisa membuat semakin meningkatnya permasalahan narkoba di Indonesia.
Narkotika adalah zat atau obat yg berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi, sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan tertentu. Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena itu narkotika tidak dapat digunakan oleh orang-orang yang tidak berhak dan tidak berwenang seperti pengguna, pelaku transaksi dan penyedia. Meskipun demikian, untuk narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Namun dalam jumlah tertentu, narkotika golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi kepala BPOM.
Peran serta masyarakat dalam pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) sangat dibutuhkan. Untuk itu dalam UU No 35 tahun 2009 mengatur peran serta masyarakat dalam P4GN. Masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. Masyarakat mempunyai hak dan kewajiban serta tanggungjawab dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika.
Peran serta masyarakat diwujudkan dalam bentuk mencari, memperoleh dan memberikan informasi, memperoleh pelayanan, menyampaikan saran dan pendapat, memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan, serta memperoleh perlindungan hukum. Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat berwenang atau BNN jika mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika. P4GN menjadi tanggungjawab bersama, meskipun dalam UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika ditentukan bahwa kewenangan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dilaksanakan oleh BNN.
Pada kesempatan tersebut Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM juga menyampaikan terkait dengan rehabilitasi pecandu narkoba dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan Bersama disebutkan, bahwa rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungam narkotika. Selanjutnya pada angka 8 yang dimaksud dengan rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Ketentuan tentang rehabilitasi juga diatur dalam pasal 53, 54, 55 Undang - Undang No 35 tahun 2009. Selain kewajiban menjalani rehabilitasi, pecandu juga diwajibkan untuk melaporkan diri kepada institusi penerima wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
(DIVYANKUMHAM KANWIL BABEL)