PANGKALPINANG (Rabu, 20/01/2021) - Dengan menerapkan protokol kesehatan yg ketat dalam rangka mencegah penularan virus covid-19 ditengah merebaknya wabah pandemic covid-19 di wilayah Bangka Belitung, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan Bangka Belitung menyelenggarakan kegiatan Penandatanganan Kontrak addendum Pelaksanaan Bantuan Hukum bagi Orang Miskin atau Kelompok Orang Miskin dengan 6 (enam) Organisasi Bantuan Hukum se-Propinsi Kep. Bangka Belitung.
Acara tersebut dihadiri oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Drs. Anas Saeful Anwar, Bc. Ip, MSi), didampingi Kepala Divisi Pemasyarakatan (Yudi Suseno), dan Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM (Dulyono), serta Kepala Bidang Hukum (Zulkarnaen), Kepala Bagian Program dan Hubungan Masyarakat (N.A Triandini Oscar) serta para ketua OBH terdiri dari LPH dan HAM Pancasila, PDKP Bangka Belitung, YLBH Lentera Serumpun, Hatami Koniah, PLBH Al Hakim Bangka Belitung dan YLBH Bangka Belitung.
Kegiatan penandatangan kontrak addendum dilaksanakan pukul 14.00 hingga 16.00 di Balai Pengayoman lt. 2 Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan Bangka Belitung.
Kepala Kantor Wilayah dalam smbutanya menyampaikan pesan kepada 6 OBH yg hadir “kiranya para Organisasi Bantuan Hukum (OBH) lebih maksimal dan giat lagi dalam melaksanakan program bantuan hukum baik yang litigasi maupun non litigasi serta dapat memberikan akses keadilan bagi masyarakat kurang mampu yang tersandung masalah hukum."
Anas juga berharap bertambahnya jumlah OBH yang terakreditasi di tahun ini, khususnya OBH di Pulau Belitung dan kabupaten-kabupaten lainnya yang akan dilakukan verifikasi oleh BPHN tentu dapat semakin mempermudah masyarakat dalam memperoleh akses layanan bntuan hukum secara cuma2 (gratis).
Pada acara ini juga dilakukan sesi tanya jawab dan konsultasi antara OBH dengan Kepala Kantor Wilayah, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM dan Kepala Bidang Hukum. Kepala Divisi pelayanan hukum dan ham menyampaikan permasalahan yg dihadapi oleh OBH sama yaitu terkait mekanisme penyerapan anggaran terutama terkait kegiatan non litigasi dikarenakan kondisi pandemic covid-19. Sedangkan permasalahan lain yg diungkap oleh OBH yaitu adanya pembayaran PNBP utk mendaftarkan kasus perdata sedangkan dalam mekanisme pembayaran hanya item tentang pendampingan (jasa hukum) saja. Hal itu yang membuat OBH terkadang harus memebebankan anggaran PNBP pendaftaran kepada klien yg notabene adalah org miskin (tidak mampu). Dan hal ini yg sering dijadikan temuan kalau OBH dianggap memungut biaya, meskipun biaya tersebut biaya pendaftaran perkara perdata pada pengadilan yang tidak masuk Item penganggaran dari Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Dalam kesempatan tersebut Dulyono juga menyampaikan bahwa terkait dengan masalah alokasi anggaran diatur dalam peraturan menteri sehingga apabila ada pertanggungjawabam yang tidak sesuai akan menimbiulkan temuan dan pertanggungjawaban tersebut tentu akan ditolak. Lebih lanjut Dulyono menyampaikan bahwa sekarang pemerintah daerah baik Propinsi, kota maupun Kabupaten telah membentuk perda bankum, utk itu kiranya dpt disikapi oleh OBH2 yg menggunakan anggaran kementerian hukum dan ham (APBN) ataupun anggaran pemerintah daerah (APBD) mengingat bentuk pertanggngjawaban keduanya Berbeda.
Anggaran yg disediakan kemenkumham bersumber pada DIPA Rupiah Murni yg pertanggungjawabannya bersifat Nasional ke Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan sedangkan anggaran OBH yang dibentuk pemerintah daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan bentuk pertanggungjawaban sampai pada pemerintah daerah.
Terkait dengan anggaran pendaftaran perkara OBH dapat disikapi OBH melalui anggaran yang disediakan oleh pemerintah daerah, sehingga pelaksanaan bantuan hukum dalam kasus perdata yang membutuhkan biaya PNBP tetap dapat berjalan dan tidak menjadi menganggu pertanggungjawaban maupun laporan pelaksanaan tugas OBH. Namun demikian apabila OBH menghendaki adanya alokasi nggaran terkait pendaftaran perkara tentu hrs terlebih dahulu merubah peraturan menteri, sedangkan untuk perubahan peraturan menteri, tentu harus di lakukan kajian terkait urgensi dari perubahan permenkumham tsb, jika OBH tdk menyampaikan permasalahan tersebut kemenkumham menganggap tidak ada permasalahan dalam pelaksanaan alokasi nggaran baik litigasi maupun non litigasi.
Dulyono juga menyampaikan bahwa oleh karena lingkup OBH adalah 3 perkara yaitu Pidana, perdata dan tata usaha negara dimana utk pendaftaran perkara perdata sesuai dengan PP PNBP yang berlaku di lingkup peradilan diwajibkan membayar disetiap pendaftaran perkara maka hal tersebut perlu dikomunikasi dengan BPHN melalui bidang hukum.
(HUMAS KUMHAM BABEL)